Kisah Nabi Musa, Sang Pembelah Laut
Mengetahui kisah nabi dan rasul sangat penting bagi kita supaya semakin mengenal dan mempercayai berbagai kebesaran Allah. Selain itu, kita juga dapat meneladani sifat dan kebiasaan baik yang dimiliki oleh para nabi dan rasul dalam kehidupan. Salah satunya adalah kisah Nabi Musa, sang pembelah laut. Bagaimana kisah beliau? Yuk, kita simak bersama!
Awal Mula Kisah Kelahiran Nabi Musa
Pada masa itu, kaum bani israil berada di bawah kepemimpinan Raja Fir’aun. Raja tersebut dikenal sangat kejam, banyak rakyat yang menderita dan hidupnya tidak tenteram karena ketakutan. Salah satu tindakan zalim yang dilakukan oleh Raja Fir’aun adalah memerintahkan untuk meniadakan setiap bayi yang berjenis kelamin laki-laki.
Hal itu dilakukan karena dia bermimpi dan tafsir mimpinya adalah akan ada seorang anak laki-laki dari Bani Israil yang akan menghancurkan kepemimpinannya. Tentu saja dia tidak ingin hal itu terjadi dan sebagai salah satu usahanya adalah meniadakan bayi laki-laki yang lahir dari kaum bani israil.
Pada saat itu, ibu Nabi Musa merasa sangat khawatir karena dia sedang mengandung. Dia tidak ingin anak yang dilahirkannya kelak ditemukan oleh pasukan Raja Fir’aun. Saat Nabi Musa telah lahir ke dunia, ibunya sangat senang sekaligus khawatir. Lalu, sang ibu Nabi Musa mencari cara menyelamatkan anak laki-lakinya hingga akhirnya ibunya pun mengambil keputusan yang berat yaitu menghanyutkannya ke Sungai Nil.
Nabi Musa Dihanyutkan ke Sungai
Setelah mempersiapkan semuanya, ibu dan ayah Nabi Musa berangkat menuju ke Sungai Nil dengan sangat berhati-hati agar tidak diketahui oleh pasukan Raja Fir’aun. Sesampainya di Sungai Nil, Nabi Musa yang masih bayi diletakkan ke dalam kotak kayu, kotak tersebut dibuat senyaman dan sebaik mungkin agar Nabi Musa tidak menangis ketika dihanyutkan ke sungai. Mereka berharap tidak ada pasukan Raja Fir’aun mengetahuinya dan Nabi Musa dapat hidup dengan baik tanpa harus ditiadakan oleh Raja Fir’aun.
Namun, rasa cemas tetap ada dalam hati ayah dan ibu Nabi Musa, mereka tahu bahwa anaknya dalam kondisi tidak aman. Selain karena khawatir ditiadakan oleh Pasukan Raja Fir’aun, mereka juga takut anaknya akan dimangsa oleh buaya ganas yang berada di Sungai Nil.
Secara perlahan, kotak tersebut mulai mengapung melintasi Sungai Nil yang sangat panjang. Ibunya sangat sedih dan mulai meneteskan air mata karena harus merelakan kepergian Nabi Musa demi keselamatannya, serta berharap anaknya dapat hidup dan selamat dari pasukan Raja Fir’aun.
Setelah kotak yang berisikan Nabi Musa tak terlihat lagi, sedikit demi sedikit Allah pun memberikan ketenangan dan keyakinan pada hati ibu Nabi Musa jika nanti anaknya akan bertemu kembali dengannya dalam keadaan sehat dan selamat.
Bayi Nabi Musa Ditemukan Oleh Istri Raja Fir’aun
Di pinggiran Sungai Nil, ada istri Raja Fir’aun yang sedang mandi bersama para dayangnya. Tiba-tiba mereka melihat sebuah kotak yang hanyut dan tersangkut di bebatuan sungai. Mereka penasaran dan memutuskan untuk mengambil kotak tersebut, ketika membuka betapa terkejutnya mereka melihat kotak itu berisikan seorang bayi laki-laki.
Melihat hal tersebut mereka pun heran dan bertanya-tanya siapa yang menghanyutkan bayi ini. Istri Raja Fir’aun merasa kasihan terhadap bayi tersebut, ia pun bertekad untuk membawa bayi itu pulang ke istana agar dapat merawat dan menyayangi bayi tersebut sepenuh hati.
Istri Raja Fir’aun memang belum juga dikaruniai keturunan, oleh karena itu ia merasa beruntung dan senang menemukan bayi tersebut. Walaupun suaminya, Raja Fir’aun, merasa keberatan saat dia ingin membesarkan bayi laki-laki tersebut.
Pada akhirnya Raja Fir’aun menerima bayi tersebut, Nabi Musa pun tumbuh dalam lingkungan Kerajaan Fir’aun yang kejam. Namun, Allah melindungi dan menjaga Nabi Musa sehingga beliau tidak terpengaruh dengan lingkungan ayah angkatnya tersebut.
Nabi Musa tumbuh menjadi seorang anak yang baik budi dan mulia, beliau tidak terlena dengan kehidupan mewah dan berbagai kemudahan yang ada di dalam istana Kerajaan Fir’aun. Dengan izin Allah, Nabi Musa telah ditakdirkan oleh Allah untuk menjadi nabi yang memberikan dakwah kepada Raja Fir’aun agar tidak zalim kepada para rakyatnya.
Nabi Musa Diangkat Menjadi Putra Mahkota
Saat Nabi Musa mulai beranjak dewasa, beliau diangkat sebagai putra mahkota dan mulai menyadari bahwa ayah angkatnya adalah seorang raja yang sangat kejam. Beliau merasa kasihan dan tidak tahan melihat rakyatnya ditindas secara sewenang-wenang.
Tak lama dari pengangkatan Nabi Musa menjadi putra mahkota, Nabi Musa mengetahui bahwa beliau berasal dari kaum Bani Israil yang ditindas oleh ayah angkatnya. Beliau merasa bimbang karena jika dia membela kaumnya itu sama saja dengan melawan ayah angkat yang telah membesarkannya.
Akhirnya dengan kebulatan tekad, Nabi Musa ingin menyelamatkan kaum Bani Israil dan mengingatkan kepada Raja Fir’aun dan pengikutnya agar tidak lagi bertindak kejam kepada rakyatnya yaitu kaum Bani Israil. Beliau terus-menerus berusaha untuk mengajak Raja Fir’aun kembali ke jalan yang benar dan menjadi pemimpin yang baik bagi rakyatnya.
Namun, ternyata hal tersebut membuat Raja Fir’aun sangat marah dan menganggap Nabi Musa telah bersikap lancang. Terlebih saat Nabi Musa mengingatkan bahwa Tuhan yang sebenarnya adalah Allah, Raja Fir’aun sangat murka mendengar ucapan Nabi Musa, karena selama ini Raja Fir’aun menganggap dirinya sebagai Tuhan.
Dengan adanya kejadian tersebut, Raja Fir’aun menantang Nabi Musa untuk beradu kesaktian dengan penyihir sakti yang dimiliki kerajaan. Dengan sombongnya Raja Fir’aun berkata bahwa Nabi Musa akan dikalahkan dengan mudah oleh penyihir istana tersebut dan menganggap perkataan Nabi Musa yang menyatakan Tuhan adalah Allah bukan dirinya adalah sebuah kebohongan. Meski berat, akhirnya Nabi Musa menyanggupi dan menerima tantangan dari Raja Fir’aun tersebut.
Nabi Musa dan Raja Fir’aun Adu Kesaktian
Hari yang telah ditentukan oleh Raja Fir’aun dan Nabi Musa pun tiba, orang-orang berdatangan memenuhi arena pertandingan untuk menyaksikan adu kesaktian tersebut. Mereka semua ingin mengetahui dan membuktikan kebenaran perkataan Nabi Musa bahwa beliau adalah utusan Allah, terlebih jika beliau dapat memenangkan pertandingan ini.
Pertandingan pun dimulai, para tukang sihir Raja Fir’aun mulai melemparkan tali yang dalam sekejap berubah menjadi ular ganas dan berbisa. Para penyihir tersebut menantang Nabi Musa untuk segera mengeluarkan kesaktiannya.
Dengan rasa takut dan khawatir menghadapi ular tersebut, dengan perintah Allah Nabi Musa melemparkan tongkat yang dipegangnya ke tengah lapangan. Kemudian, hal yang sangat mengejutkan dan menakjubkan terjadi, tongkat milik Nabi Musa berubah menjadi ular raksasa dan menelan semua ular yang dikeluarkan oleh tukang sihir.
Adanya peristiwa tersebut membuat para penyihir mengakui bahwa Nabi Musa adalah utusan Allah dan menyatakan akan beriman kepada Allah. Namun, Raja Fir’aun tidak menerima kekalahannya dan malah semakin murka ketika mengetahui para penyihirnya menjadi pengikut Nabi Musa.
Kekalahan Raja Fir’aun membuat orang-orang semakin sadar bahwa dirinya bukanlah Tuhan yang harus mereka sembah dan turuti perintahnya. Kebanyakan dari mereka pun akhirnya memilih menjadi pengikut Nabi Musa dan mulai memercayai bahwa Allah adalah Tuhan bagi mereka.
Dari kejadian tersebut, rakyat mengetahui tahu bahwa Nabi Musa adalah sosok yang tepat untuk membantu mereka keluar dari belenggu kekejaman Raja Fir’aun. Kehadiran Nabi Musa dalam kehidupan rakyat bagaikan jawaban dari doa yang dikabulkan oleh Allah untuk menolong mereka.
Nabi Musa Dapat Membelah Lautan
Pada suatu hari, Nabi Musa mendapat perintah dari Allah untuk membawa kaum Bani Israil meninggalkan Mesir menuju ke Baitul Maqdis. Rencana tersebut disusun dan disampaikan secara diam-diam agar tidak diketahui oleh pasukan Raja Fir’aun. Namun, ternyata kepergian mereka diketahui oleh pasukan Raja Fir’aun.
Dengan sangat marah, Raja Fir’aun memerintahkan seluruh pasukannya untuk mengejar Nabi Musa dan kaum bani israil menggunakan kuda. Ketika hal itu terjadi, Nabi Musa sedang berada di tepi Laut Merah yang memisahkan bagian daratan Benua Afrika dan Asia.
Keadaan tersebut membuat Nabi Musa dan kaum Bani Israil kebingungan, karena tepat di depan mereka ada laut merah dan di belakang pun pasukan Raja Fir’aun sedang mengejar mereka.
Di tengah kepanikan tersebut, Nabi Musa mendapatkan wahyu dari Allah untuk menyelamatkan kaum bani israil agar tidak menjadi budak dan disiksa kembali oleh Raja Fir’aun. Allah pun memerintahkan Nabi Musa untuk memukulkan tongkat yang beliau pegang ke Laut Merah.
Baca: Jumlah Nabi dan Rasul
Dengan izin Allah, Laut Merah itu pun terbelah dan di tengahnya terdapat dasar laut yang telah mengering. Nabi Musa pun segera mengajak semua kaum bani israil melewati jalan terbuka di tengah laut tersebut untuk menuju ke seberang yang berada di sisi timur.
Saat kaum Bani Israil telah sampai di sisi timur dengan selamat, terlihat Raja Fir’aun dan pasukannya sedang mencoba menyebrangi Laut Merah yang masih terbuka berada di belakang mereka. Hal tersebut membuat Nabi Musa dan kaum Bani Israil cemas dan khawatir dengan hal yang akan terjadi selanjutnya. Namun, dengan sombongnya Raja Fir’aun mengucapkan lautan yang terbelah ini merupakan bukti bahwa dia adalah Tuhan yang pantas disembah.
Dengan penuh semangat, pasukan Raja Fir’aun mengejar kaum Bani Israil agar mereka semua dapat ditangkap dan diberikan hukuman yang berat. Dalam keadaan tersebut, Nabi Musa mendapat pesan dari Allah agar menunggu semua pasukan Raja Fir’aun berada di tengah lautan yang telah terbelah menjadi dua tersebut.
Dengan izin Allah, setelah Raja Fir’aun berada di tengah-tengah lautan yang terbelah tiba-tiba saja air yang tinggi menjulang membuka jalan di tengah lautan yang sedang dilintasi tersebut menutup. Raja Fir’aun dan para pasukannya pun tenggelam di tengah Laut Merah dan terpendamlah semua orang tersebut di dalam lautan.
Raja Firaun dan Pasukannya Binasa
Di tengah air laut yang mulai menenggelamkan Raja Fir’aun dan pasukannya, Raja Fir’aun berkata bahwa dia beriman kepada Allah, Tuhan semesta alam dan berserah diri sebagai seorang muslim. Pada saat itu, Allah berfirman kepada Raja Fir’aun yang baru tersadar saat sudah menghadapi maut di depan mata.
Raja Fir’aun yang menganggap dirinya sebagai Tuhan, berlaku zalim dan kejam sepanjang hidupnya telah menerima balasan langsung dari Allah. Allah memberikan balasan ini agar dijadikan pelajaran bagi semua umat manusia di bumi agar tidak bersikap zalim dan menganggap dirinya sebagai Tuhan.
Dengan izin Allah, kekejaman Raja Fir’aun berakhir dan kaum Bani Israil pun selamat. Sekarang kaum Bani Israil dapat hidup dengan tenang, aman dan nyaman tanpa rasa takut terhadap Raja Fir’aun dan pasukannya.
Dari kisah Nabi Musa kita dapat mengetahui bahwa pada akhirnya orang yang berperilaku baiklah yang akan senantiasa menang atas kezaliman dan kesombongan. Selain itu, kejadian yang ada di dunia ini, tidak ada yang tidak mungkin, segalanya dapat terjadi dengan mudah atas izin Allah. Semoga dengan cerita ini kita dapat lebih beriman kepada Allah dan semakin percaya dengan kuasa Allah, ya!