Kenali 8 Peninggalan Kerajaan Banjar, Yuk
Kenali 8 Peninggalan Kerajaan Banjar, Yuk
Menjadi kerajaan Islam pertama di Kalimantan Selatan, Kerajaan Banjar berdiri sejak 1526 dan runtuh di tahun 1905. Kerajaan ini kerap berpindah-pindah, dari Banjarmasin sampai Martapura. Makanya, peninggalan Kerajaan Banjar tersebar di berbagai wilayah.
Nah, peninggalan dari Kerajaan Banjar sendiri juga beragam, lho. Mulai dari makam, masjid hingga candi. Berikut ulasan lengkapnya yang wajib kamu tahu. Yuk, simak!
Candi Agung di Amuntai
Siapa bilang jika peninggalan kerajaan terdahulu berupa candi, hanya ada di Pulau Jawa? Di Kalimantan Selatan, tepatnya di kawasan Amuntai, ada sebuah candi yang dibangun pada XIV Masehi oleh Empu Jatmika dan diberi nama Candi Agung. Candi tersebut diperkirakan berumur lebih dari 740 tahun.
Bangunannya sendiri memiliki luas 40 m x 50 m dengan dominasi bahan bangunan berupa kayu dan batu. Meski begitu, Candi Agung masih sangat kokoh. Beberapa batu yang ditemukan serupa dengan batu yang ada di Candi Kayen.
Sejatinya, banyak pengunjung yang datang ke Candi Agung ini tidak untuk berwisata, melainkan mencari berkah dengan cara mandi di Sumur Tiang Sembilan sambil meletakkan kain kuning di Pertapaan Pangeran Suryanata.
Masjid Sultan Suriansyah
Masjid Sultan Suriansyah atau yang juga dikenal dengan Masjid Kuin, termasuk dalam salah satu dari tiga masjid tertua yang ada di Kalimantan Selatan. Membutuhkan waktu lebih dari 20 tahun untuk membangun masjid ini, yaitu dari tahun 1526 sampai 1550.
Menariknya, masjid ini dibangun di pinggir Sungai Kuin dan didesain ala rumah Banjar yang identik dengan gaya panggung dan atapnya tumpang. Nah, untuk pola ruangan Masjid Sultan Suriansyah sendiri diadaptasi dari Masjid Agung Demak. Perpaduan antara dua budaya yang hebat, ya!
Setiap ruangan di Masjid Sultan Suriansyah ini memiliki filosofi. Misalnya pada atap meru yang bertingkat inilah, bagian yang paling penting dalam masjid. Selain itu adanya ruang suci atau keramat yang disebut cella.
Komplek Makam Sultan Suriansyah
Tahukah kamu bahwa Sultan Suriansyah adalah raja pertama Kerajaan Banjar yang memeluk agama Islam? Sebelum berpindah agama, nama masa kecil beliau adalah Raden Samudera dan saat dewasa berubah menjadi Pangeran Samudera. Lokasi makamnya ada di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin.
Pada tahun 1984-1985 dilakukan pemugaran pertama yang bertujuan memperkuat bangunan, memugar makam kuno, juga merapikan makam sekitar. Dalam komplek makam tidak hanya ada Makam Sultan Suriansyah saja, tapi setidaknya ada 15 makam lain di sana.
Sebut saja makam Ratu Intan Sari Sultan Suriansyah, Patih Kuin, dan beberapa lainnya. Komplek ini bisa dibilang sebagai komplek makam keluarga Sultan Suriansyah beserta orang terdekat beliau semasa hidupnya. Biasanya peziarah ramai berkunjung saat musim liburan.
Kitab Sabilal Muhtadin
Tidak hanya dalam bentuk bangunan, ada juga peninggalan yang berupa kitab. Ditulis oleh Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari, kitab ini diberi nama Sabilal Muhtadin Lit-Tafaqquh fi Amrid-din. Arti dari pemberian nama tersebut adalah jalan untuk orang yang mendapat petunjuk dalam belajar agama.
Ditulis pada tahun 1779, Kitab Sabilal Muhtadin masih bisa kamu lihat sampai sekarang. Isinya adalah berupa ilmu fikih yang berdasarkan Mazhab Syafi’i. Soal bahasa, kitab ini menggunakan Arab-Melayu dan menjadi kitab fiqih utama bagi masyarakat Melayu. Nah, kitab ini sudah mendunia, lho!
Terbagi atas dua jilid, kitab Sabilal Muhtadin jilid pertama membahas soal bersuci yang benar serta apa yang makruh dalam shalat. Jilid keduanya berisi sujud sahwi dan dilanjutkan tentang apa yang halal dan haram dalam makanan. Tebal kitab ini mencapai 524 halaman.
Masjid Al-Karomah
Berlokasi di Martapura, Masjid Al-Karomah yang menjadi peninggalan Kerajaan Banjar berikutnya. Masjid ini terkenal sebagai masjid terbesar di Kalimantan Selatan dan dibangun sejak 1863. Meski sudah berulang kali di renovasi, struktur utamanya masih dipertahankan seperti awal.
Masjid ini berperan besar dalam kemerdekaan rakyat Banjar semasa penjajahan Belanda. Kenapa? Karena tak sekadar jadi tempat beribadah saja, tapi juga menjadi benteng pertahanan para pahlawan Banjar saat berperang melawan Belanda.
Dulunya, Masjid Al-Karomah bernama Masjid Jami’ Martapura dan dibangun oleh panitia pembangunan masjid yang terdiri Datu Kaya, Datu Landak, dan HM. Nasir. Secara arsitektur, Masjid Al-Karomah mengikuti Masjid Demak yang dibangun oleh Sunan Kalijaga.
Berlian Pusaka
Nah, tidak banyak yang tahu bahwa Kerajaan Banjar meninggalkan sebuah berlian pusaka. Berlian pusaka ini memang tidak ada di Indonesia, justru dipamerkan di museum Amsterdam, Belanda. Berlian senilai 80 karat ini pasalnya diklaim sebagai benda jarahan perang.
Seorang kerabat sultan menyebut bahwa berlian itu adalah simbol kesultanan yang diambil paksa, sehingga seharusnya sudah dikembalikan ke Banjar. Kini kabar terbaru menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia berusaha supaya berlian pusaka ini lekas kembali ke tanah air.
Dulunya, berlian pusaka ini disebut sebagai benda jelek oleh seorang menteri Belanda karena biaya pengolahan yang tinggi. Besar harapan keluarga Kerajaan Banjar untuk segera mendapat kembali berlian tersebut karena memang berlian tersebut adalah milik kerajaan secara mutlak.
Makam Sultan Sulaiman
Peninggalan berupa makam dari Kerajaan Banjar sangat banyak, termasuk makam Sultan Sulaiman yang terletak di Desa Lihung, Kecamatan Karang Intan, Banjar, Kalimantan Selatan. Sultan Sulaiman sendiri adalah seorang raja yang bergelar Sultan Sulaiman Saidullah II.
Sultan Sulaiman mendapatkan gelar kesultanannya sejak usia 6 tahun, makanya beliau mendapatkan julukan Sultan Muda. Beliau wafat pada tahun 1825 dan sebelumnya sudah memerintah Kerajaan Banjar dari tahun 1801-1825.
Makam Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjar
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjar adalah ulama fikih terkenal dan berpengaruh dari Kalimantan Selatan. Ia hidup pada tahun 1710-1812. Julukan beliau adalah Haji Besar serta Datu Kalampayan. Nah, beliau penulis kitab Sabilal Muhtadi yang masih banyak dibaca sampai sekarang.
Makam Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjar sampai saat ini selalu ramai oleh peziarah. Nah, pada usia 30 tahun ia dibantu Sultan Tahlilullah untuk belajar di Mekkah dan segala kebutuhan belajar selama 30 tahun inilah dipenuhi oleh Sultan, sampai Syekh cukup ilmu dan kembali ke Kerajaan Banjar.
Karena karyanya yang tidak hanya digunakan di Indonesia saja, banyak peziarah atau wisatawan yang datang ke makam beliau untuk berdoa meski Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjar telah wafat ratusan tahun silam. Jangan ragu jika kamu ingin berziarah, fasilitas di sana sudah terbilang lengkap, kok!
Nah, itulah peninggalan Kerajaan Banjar yang masih bisa kamu lihat dan pelajari. Manfaat mempelajari sejarah bukan hanya demi nilai yang baik, tapi juga supaya menghargai apa yang diwariskan nenek moyang dengan tidak merusak dan merawat sebaik-baiknya sampai bisa dilihat oleh anak dan cucu.