Cari Tahu Tentang Tari Cakalele dari Maluku, Yuk!
Tari Cakalele adalah salah satu satu tarian perang yang cukup terkenal di Indonesia. Tari cakalele adalah salah satu tarian khas masyarakat Maluku. Tarian ini memiliki salah bentuk atraksi seni yang melambangkan sebuah rasa keberanian, keperkasaan, ketangkasan dan juga persekutuan.
Tari cakalel adalah tarian perang dari Maluku yang mana membutuhkan 5 hingga 30 orang penari. Sebenarnya secara umum tarian ini memberikan gambaran mengenai perjuangan dari rakyat Maluku dalam membela kebenaran.
Sejarah tari Cakalele
Pada awalnya, Tari cakalele adalah tari perang yang dipertunjukan untuk memberikan semangat pada pasukan yang akan melawan penjajahan. Namun jika menelisik menurut sejarahnya, maka tari cakalele adalah salah satu jenis tarian yang merupakan sebuah bentuk penghormatan untuk nenek moyang dari bangsa Maluku yang merupakan seorang pelaut.
Biasanya sebelum akan mengarungi lautan, para pelaut akan melakukan sebuah agenda ritual dengan mengadakan sebuah pesta makan, minum dan berdansa bersama. Ketika melakukan ritual, mereka juga melakukan tarian cakalele sebelum akan melaut. Masyarakat Maluku percaya jika mereka akan mendapatkan restu dari para arwah leluhurnya yang merupakan seorang pelaut.
Pada saat akan menarikan tari cakalele, para penarinya akan menggunakan pakaian perang. Pakaian perang ini dikenakan oleh para penari laki – laki dan biasanya didominasikan dengan pakain berwarna terang, dan secara umum biasanya warna merah dan kuning tua yang menjadi pilihannya. Sedangkan untuk para penari wanita atau biasanya disebut dengan mai mai akan menggunakan pakaian dengan warna putih.
Kelengkapan untuk Tari Cakalele
Saat akan melakukan tari cakalele, ada beberapa perlengkapan menari yang harus dikenakan oleh para penarinya. Untuk penari laki–laki, selain menggunakan pakaian perang dengan warna terang, juga harus melengkapi atributnya dengan pedang yang digenggam di tangan dan salawaku atau perisai. Sedangkan untuk penari wanita, selain menggunakan pakaian putih, juga dilengkapi dengan membawa sapu tangan atau lenso.
Untuk pakaian dan juga kelengkapan yang dikenakan oleh penari laki – laki memiliki artinya tersendiri. Pakaian perang warna merah memiliki makna jiwa kepahlawan. Ini menandakan jika penduduk Maluku memiliki keberanian dan rasa patriotisme yang tinggi pada saat akan melawan musuh mereka.
Sedangkan pedangnya memiliki makna sebagai harga diri dari masyarakat Maluku yang memang harus dipertahankan. Sedangkan tameng serta teriakan yang lantang ketika melakukan tarian cakalele, memiliki makna protes kepada sistem pemerintahan yang mana mereka tidak memihak pada kehidupan masyarakat.
Di zaman sekarang ini, ada beberapa penari yang menggunakan tutup kepala yang dihiasi dengan bulu dari burung cendrawasih atau bisa juga dari kain. Makna dari bulu ini menjadi penting untuk orang Banda, terutama untuk adat dan budaya bagi tradisi tari cakalele itu sendiri. Tarian cakalele sendiri sebenarnya tidak bisa ditarikan leluasa jika tidak ada burung cendrawasih yang tidak terpasang di kepala dari para penarinya.
Selain para penari dari tari cakalele, tarian ini juga akan diiringi dengan para pemegang umbul – umbul dan juga para pembantu lainnya. Musik tarian dari tari cakalele ini diiringi dengan musik rifa, bia, dan suling. Penari akan tampil dengan gerakan yang sesuai dengan lagu sebagai salah satu bentuk perwujudan dan juga rasa patriotisme dan juga semangat heroik yang tinggi dari para penarinya.
Pada dasarnya, tari cakalele adalah salah satu bentuk tarian yang sangat sakral. Tarian perang ini juga tidak boleh dipentaskan oleh orang luar yang bukan bagian dari suku Maluku. Karena tarian ini hanya boleh dilakukan oleh anak adat setempat.
Fungsi Tari Cakalele
Untuk saat ini, tari cakalele memang lebih sering digunakan untuk pertunjukan saat akan menyambut tamu agung dan juga untuk acara adat. Tari cakalele memang tidak bisa selalu bisa dipertunjukkan, karena dipelukan banyak penari dan kelengkapan serta diperlukan persiapan yang membutuhkan biaya yang cukup tinggi dalam waktu yang lama. Secara umum, tari cakalele memerlukan penari setidaknya 30 orang. Selain itu, ada juga penabuh gendang, pemukul gong, pemegang umbul –umbul serta beberapa pemuka adat dengan pasangan suami istri yang melengkapi tarian ini. Jika dilihat secara adat, fungsi dari pelengkap ini tidak bisa diubah dan diganti dengan orang lain. Karena cakalele sendiri adalah tarian yang membentuk sebuah keutuhan adat yang sangat kental dengan sebuah ritual dan mistik.
Untuk atraksi dari tari cakalele yang digunakan untuk penyambutan tamu jarang menggunakan parang seperti zaman dulu. Alat yang sering digunakan saat ini adalah dengan umbul-umbul yang terbuat dari daun kelapa. Sedangkan pakaian adat harus tetap digunakan ketika sedang melakukan tarian ini. Tapi, para penari juga boleh menggunakan pakaian adat yang lebih berkreasi ketika tarian cakalele digunakan untuk menyambut tamu.