Kisah Sukses Joey Alexander, Mengharumkan Indonesia di Kancah Dunia Musik Internasional
Sebuah kesuksesan dalam menjalankan sesuatu yang digemari merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Apalagi jika sesuatu itu adalah hobi yang mengantar Anda sampai mendapatkan prestasi. Pastinya kebanggaan dan rasa syukur akan bertambah ketika prestasi tersebut turut mengharumkan nama bangsa Indonesia. Oleh karena itu, kisah sukses dari beberapa orang terkenal seharusnya kita jadikan sebagai motivasi supaya bisa mengikuti jejak kesuksesan mereka.
Salah satu kisah sukses yang menginspirasi berasal dari seorang pianis muda bernama Josiah Alexander Sila, atau yang lebih dikenal dengan Joey Alexander. Pianis muda ini sudah berbakat memainkan piano sejak kecil. Di usianya yang masih 7 tahun pun dia telah menguasai berbagai teknik piano dan mahir dalam berimprovisasi. Prestasi-prestasi besar pun pernah diraihnya. Ia merupakan artis Indonesia pertama yang pernah masuk dalam Billboard 200 di Amerika Serikat dengan album miliknya yang bertajuk My Favorite Things.
Masih banyak prestasi lain yang telah diraih oleh Joey. Ingin tahu lebih lengkap mengenai kisah sukses dari Joey Alexander? Berikut ini ulasan selengkapnya.
Mengenal Kisah Sukses Joey Alexander Lebih Dekat
Joey Alexander lahir di ibukota Bali, Denpasar, pada tanggal 25 Juni 2003. Remaja berusia 15 tahun ini adalah anak dari pasangan Denny Sila dan Farah Leonora Urbach. Kedua orang tuanya tersebut memiliki sebuah usaha di bidang wisata petualangan. Selain itu, Joey ternyata merupakan keponakan dari artis ternama Indonesia, yakni Nafa Urbach. Ayah Joey sendiri merupakan musisi amatir dan kedua orang tuanya tersebut adalah penggemar musik ber-genre jazz.
Joey telah menekuni alat musik piano sejak kecil. Ia mempelajari musik jazz dengan mendengarkan album-album klasik milik sang ayah. Di usianya yang menginjak 6 tahun, ia mulai tertarik belajar piano dengan keyboard listrik kecil pemberian dari sang ayah. Ia mempelajari komposisi piano dengan mendengarkan lagu karya Thelonious Monk berjudul Well, You Needn’t. Ia juga mempelajari lagu-lagu jazz lain koleksi dari sang Ayah.
Joey sendiri beragama Kristen dan menganggap bahwa mempelajari musik merupakan bakat dari Tuhan dan naluri alaminya. Joey juga menganggap artis-artis jazz seperti Monk, Harry Connick Jr., John Coltrane, Herbie Hancock, dan Bill Evans sebagai panutannya dalam karir bermusik. Ia pun mengagumi artis lainnya seperti Miles Davis, Clifford Brown, Brad Mehldau, Wynton Marsalis, Horace Silver, Lee Morgan, dan Mc. Coy Tyner.
Karena di kampung halamannya tersebut tak ada kursus jazz secara formal, maka Joey memutuskan untuk mengasah kemampuannya dalam jam session bersama dengan para musisi handal di Bali dan Jakarta. Kemudian, keluarganya itu pun pindah setelah orang tuanya menutup bisnis wisata yang dirintis demi mendukung kegemaran Joey pada musik jazz dan piano, sehingga mereka bisa tinggal dekat dengan para musisi jazz papan atas di Indonesia.
Joey berhasil membuktikan bakatnya ketika berhasil tampil bermain piano untuk Hancock di usianya yang masih menginjak 8 tahun. Saat itu kebetulan Hancock sedang mengunjungi Jakarta sebagai duta dari UNESCO dan Joey diminta bermain di hadapannya. Hancock sendiri pernah berkata pada bocah tersebut bahwa ia percaya dengan kemampuannya. Selanjutnya Joey berhasil merealisasikan kepercayaan Hancock dan berhasil mempersembahkan masa kecilnya untuk jazz.
Di usianya yang ke 9 tahun, Joey pun berhasil menyabet gelar Grand Prix dalam ajang Master-Jam Fest tahun 2013. Ajang tersebut merupakan sebuah kompetisi musik jazz untuk segala kalangan usia yang diselenggarakan di Odessa, Ukraina. Kompetisi tersebut diikuti oleh total 43 musisi yang berasal dari 17 negara. Joey sanggup membuktikan kesetiaannya pada musik jazz dan piano. Ia dan keluarganya pun akhirnya memilih pindah ke New York pada tahun 2014 lalu.
Perjalanan Karier Joey Alexander
Salah seorang pemain terompet jazz yang juga merupakan Direktur Seni Jazz di Lincoln Center, yakni Wynton Marsalis, pernah mendengar kelihaian Joey setelah salah seorang teman menyarankannya untuk menonton video penampilan Joey di Youtube. Video tersebut menampilkan Joey yang sedang membawakan musik karya dari Coltrane, Monk, dan Chick Corea. Marsalis pun memuji penampilan Joey dan sempat mengutarakan sebagai ‘jagoannya’ disalah satu akun media sosialnya.
Setelah peristiwa tersebut, Marsalis lalu mengundang Joey untuk mengisi acara Gala Dinner pada bulan Mei 2014, saat Joey berusia 10 tahun. Pada saat itulah yang menjadi hari bersejarah dalam hidup Joey, yakni hari debutnya di Amerika Serikat. Ia pun mendapatkan sambutan positif atas penampilannya dengan membawakan karya Monk, Round Midnight versi solo. Bahkan New York Times juga mengangkat beritanya setelah penampilan mengagumkannya tersebut.
Marsalis pun sepertinya tidak menyesali keputusannya untuk mengundang Joey dalam acara tersebut. Ia mengatakan bahwa ia menyukai semua permainan dari Joey dan sangat mengagumi bakatnya di usia yang masih sangat muda. Seseorang dari majalah Down Beat, bernama Allen Morison pun tak henti-hentinya memuji penampilan Joey. Ia mengatakan bahwa Joey merupakan anak yang jenius dan cerdas berkat permainan musiknya. Janda maestro olahraga tenis yakni Jeanne Moutoussamy Ashe ini turut pula mengundang Joey untuk tampil dalam acara gala di Arthus Ashe Learning Center, dimana Joey juga harus bermain di hadapan Bill Clinton, salah satu mantan presiden Amerika Serikat.
Mendapatkan Visa Khusus Bagi Seseorang Yang Memiliki Kemampuan Atau Prestasi Luar biasa
Joey juga pernah tampil dalam acara bertajuk A Great Night in Harlem di Apollo Theater, yang merupakan sebuah pertunjukan khusus untuk menghormati Herbie Hancock. Penampilannya juga pernah menyita 500 ribu penonton Facebook ketika bermain di University of the District of Columbia. Deretan penampilan menakjubkan Joey lainnya adalah pada konser di Juilliard School, hingga membuatnya mendapatkan dampak besar, yaitu memperoleh visa O-1.
Dimana visa tersebut biasanya diberikan kepada seseorang yang mempunyai kemampuan luar biasa. Penampilan hebatnya juga pernah ditunjukkan dalam acara konser Copenhagen Jazz Festival tahun 2014 dan International Java Jazz Festival yang diadakan di Jakarta.
Joey pernah mengeluarkan album perdananya pada tahun 2015 yang berjudul My Favorite Things. Album tersebut telah diluncurkan pada 12 Mei 2015 dibawah naungan label Motema Music yang merupakan produksi dari Jason Olaine. Dalam peluncuran album tersebut, Joey masih berusia 12 tahun. Ia mulai mengerjakan rekaman album pada Oktober 2014. Ia pun mengaransemen seluruh lagu dalam album tersebut seperti, variasi lain Round Midnight, Giant Steps yang merupakan karya milik Coltrane, dan Lush Life milik Billy Strayhorn. Ia juga memasukkan sendiri komposisi lagu Ma Blues, yang terinspirasi dari Moanin, karya dari Bobby Timmons.
Joey juga menampilkan bakatnya dalam pertunjukan penting di tahun 2015, termasuk di dalamnya adalah Montreal International Jazz Festival dan Newport Jazz Festival pada bulan Agustus. Produser dari Newport sendiri, George Wein, yang awalnya tak tertarik untuk menampilkan anak yang berbakat, kemudian ikut terkesan setelah melihat penampilan Joey dalam memainkan piano. Bahkan The Jazz at Lincoln Center menunjukkan minatnya untuk mengajak Joey dalam kegiatan pendidikan mereka, yakni untuk mengajak para generasi muda turut mendengarkan musik jazz.
Penghargaan dan Nominasi yang Pernah Diperoleh
Penghargaan dan nominasi yang pernah direbut oleh Joey Alexander diantaranya adalah:
- Di tahun 2016, Joey pernah menjadi nominasi Grammy Awards dalam kategori Improvisasi Jazz Solo Terbaik dalam karyanya Giant Steps.
- Tahun 2016 juga Joey kembali masuk dalam nominasi Grammy Awards kategori Album Instrumental Jazz Terbaik dengan albumnya My Favorite Things.
- Pada tahun 2016 pula Joey masuk sebagai nominasi dalam Panasonic Gobel Awards dalam sebuah program khusus special events.
- Tahun 2018, Joey berhasil meraih kemenangan sebagai tokoh inspiratif dengan penghargaan dari Anugerah Penyiaran Ramah Anak 2018.
Itulah sebagian ulasan dibalik kisah sukses Joey Alexander yang kini sudah beranjak remaja. Semoga kisah tersebut mampu menginspirasi kita untuk selalu bekerja keras dalam setiap hal yang dilakukan agar bisa meraih kesuksesan. Semoga bermanfaat.